Sabtu, 05 Mei 2012

Bab 16. Perintah Memelihara Sunnah Dan Adab-adabnya

TrendMuslim.com - Toko Online IslamiPerpustakaan OPIAllah Ta'ala berfirman: "Apa saja yang diberikan oleh Rasul kepadamu semua, maka ambillah itu -yakni lakukanlah- dan apa saja yang dilarang olehnya, maka hentikanlah itu." (al-Hasyr: 7)
Allah Ta'ala berfirman lagi: "Ia -yakni Muhammad- itu tidaklah berkata-kata dengan kemauannya sendiri. Itu tiada lain kecuali wahyu yang diwahyukan kepadanya." (an-Najm: 3-4)
Juga Allah Ta'ala berfirman pula: "Katakanlah -hai Muhammad, jikalau engkau semua mencintai Allah, maka ikutilah aku, maka Allah tentu mencintai engkau semua dan akan mengampuni dosa-dosamu." (Ali-Imran: 31)
Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan sesungguhnya di dalam pribadi Rasulullah itu merupakan ikutan -teladan- yang baik bagimu semua, juga bagi orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari akhir." (al-Ahzab: 21)
Allah Ta'ala berfirman lagi "Tetapi tidak, demi Tuhanmu. Mereka belum beriman benar-benar sebelum mereka meminta keputusan kepadamu dalam perkara-perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak menaruh keberatan dalam hatinya terhadap putusan yang engkau berikan itu dan mereka menyerah dengan penyerahan yang bulat-bulat." (an-Nisa': 65)
Juga Allah Ta'ala berfirman: "Jikalau engkau semua memperselisihkan dalam sesuatu persoalan, maka kembalikanlah itu kepada Allah dan RasulNya, apabila engkau semua benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir." (an-Nisa': 59) Para alim-ulama berkata: "Maksudnya itu ialah supaya dikembalikan sesuai dengan al-Kitab -Al-Qur'an- dan as-Sunnah -Al-Hadits."
Allah Ta'ala berfirman pula: "Barangsiapa mentaati Rasul ia telah benar-benar mentaati Allah." (an-Nisa')
Lagi Allah Ta'ala berfirman: "Dan sesungguhnya engkau itu memberikan petunjuk ke jalan yang lurus yaitu jalan Allah.'' (asy-Syura: 52-53)
Allah Ta'ala berfirman: "Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul itu menjadi takut, supaya jangan sampai tertimpa oleh kefitnahan atau tertimpa oleh siksa yang pedih." (an-Nur: 63)
Juga Allah Ta'ala berfirman: "Dan ingat-ingatlah olehmu semua -kaum wanita- apa-apa yang dibaca dalam rumah-rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmat -ilmu pengetahuan." (al-Ahzab: 34)
Ayat-ayat dalam bab ini amat banyaknya. Adapun Hadits-haditsnya ialah:
156. Pertama: Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. bersabda: "Tinggalkanlah apa yang saya tinggalkan untukmu semua -maksudnya: Jangan ditanyakan apa yang tidak saya terangkan kepadamu semua, karena sesungguhnya yang menyebabkan kerusakan orang-orang -umat- yang sebelumnya itu ialah sebab banyaknya mereka bertanya-tanya -yang tidak berfaedah- lagi pula mereka suka menyalahi kepada Nabi-nabi mereka. Oleh sebab itu jikalau saya melarang padamu akan sesuatu hal, maka jauhilah itu dan jikalau saya memerintah padamu semua akan sesuatu perkara, maka lakukanlah itu sekuat usahamu." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:Isi yang terkandung dalam hadits ini ialah: Sesuatu yang merupakan larangan, maka sama sekali jangan dilakukan, tetapi kalau berupa perintah, cobalah lakukan sedapat-dapatnya dan jangan putus asa untuk memperbaiki dan menyempurnakannya. Misalnya shalat di waktu sakit: Tidak dapat dengan berdiri, lakukan dengan duduk; tidak dapat dengan duduk, boleh dengan berbaring dan pendek kata sedapat mungkin, asal jangan ditinggalkan sekalipun hanya dengan isyarat memejamkan serta membuka mata dalam melakukan shalat itu. Allah telah berfirman: "Allah tidak memaksa pada seorang melainkan menurut kekuatannya." Ummatnya Nabi Musa 'alaihissalam yang meminta pada beliau sebagaimana kata mereka yang diuraikan dalam al-Quran: "Tampakkanlah pada kita Allah dengan terang-terangan." Bukankah ini permintaan yang melampaui batas dan tidak bermanfaat sedikitpun? Juga seperti umatnya Nabi Isa 'alaihissalam sebagaimana yang diterangkan dalam al-Quran pula. Mereka berkata: "Adakah Tuhan Tuan dapat menurunkan pada kita hidangan dari langit?" Mereka menyangka bahwa Allah tidak kuasa melakukannya. Tetapi setelah dikabulkan permintaan mereka, tetap masih banyak yang ingkar dan kufur. Bukankah ini keterlaluan yang luar biasa? Menyalahi Nabi-nabinya sendiri sehingga menyebabkan timbul bid'ah yang bermacam-macam dan lain-lain lagi. Adapun kalau berselisih dalam memahamkan hukum cabang (furu'iyah), maka itu tidaklah menjadi bahaya sebagaimana sabda Nabi s.a.w.: "Perselisihan umatku adalah rahmat." Tetapi perselisihan yang berbahaya dan tercela ialah apabila soal-soal cabang atau perincian-perincian itu dibesar-besarkan hingga menjadi retaknya barisan umat Islam dalam menghadapi lawannya. Ini sungguh terlarang dalam agama sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah engkau semua bercerai-berai, maka akan lemahlah engkau semua dan lenyaplah kekuatanmu."
157. Kedua: Dari Abu Najih al-'Irbadh bin Sariyah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. pernah memberikan wejangan kepada kita semua, yaitu suatu wejangan yang mengesankan sekali, hati dapat menjadi takut karenanya, air matapun dapat bercucuran. Kita lalu berkata: "Ya Rasulullah, seolah-olah itu adalah wejangan seorang yang hendak bermohon diri. Oleh sebab itu, berilah wasiat kepada kita semua!" Beliau s.a.w. bersabda: "Saya berwasiat kepadamu semua, hendaklah engkau semua bertaqwa kepada Allah, juga suka mendengarkan dan mentaati -pemerintahan- sekalipun yang memerintah atasmu itu seorang hamba sahaya Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa yang masih hidup panjang -berumur panjang- diantara engkau semua itu ia akan melihat berbagai perselisihan yang banyak sekali. Maka dari itu hendaklah engkau semua menetapi sunnahku dan sunnah para Khalifah Arrasyidun yang memperoleh petunjuk -Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali radhiallahu 'annum; gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi-gigi taringmu- yakni pegang teguhlah itu sekuat-kuatnya. Jauhilah olehmu semua dari melakukan perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya segala sesuatu kebid'ahan itu adalah sesat." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
Keterangan:Banyak sekali hal-hal penting yang terkandung dalam hadits ini, diantaranya ialah:
  1. Orang yang berpamit yakni hendak meninggal dunia, sebab isi nasihatnya itu sangat mendalam.
  2. Memang kita wajib taat pada pemimpin-pemimpin kita yang memegang pemerintahan itu, apabila mereka itu tetap menjalankan pemerintahan sebagaimana yang diridhai oleh Allah.
  3. Sunnahku yakni perjalanan dan sari hidupku.
  4. Khalifah-khalifah Arrasyidun yakni pengganti-pengganti Nabi yang bijaksana dan senantiasa mengikuti kebenaran. Mereka itu ialah Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali radhiallahu 'anhum.
  5. Gigitlah teguh-teguh yakni peganglah selalu sekuat-kuatmu dan jangan sampai terlepas sedetikpun.
  6. Apa yang disabdakan Nabi s.a.w. ini agaknya kini telah tampak benar, bukankah bermacam-macam perselisihan yang kita hadapi sekarang, baik karena banyak faham yang tumbuh atau memang percekcokan sesama umat Islam sendiri dan lain-lain sebab lagi. Karena itu satu-satunya jalan agar kita tetap selamat di dunia dan akhirat ialah dengan berpegang teguh pada sunnah Nabi s.a.w. dan sunnah khalifah-khalifah Arrasyidun, yang pokok kesemuanya itu ialah dalam kandungan al-Quran dan Hadis.
  7. Bid'ah yakni sesuatu yang tidak ada dalam agama lalu diada-adakan sehingga seolah-olah itu juga termasuk dalam agama. Bid'ah yang sedemikian inilah yang sesat dan setiap yang sesat pasti ke neraka sebagaimana dalam hadits lain disebutkan: "Maka sesungguhnya setiap sesuatu yang diada-adakan, itu bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat dan setiap kesesatan adalah di dalam neraka."
  8. Tetapi kalau yang diada-adakan itu baik (bid'ah hasanah), maka tentu saja tidak terlarang seperti mendirikan sekolah-sekolah (madrasah), pondok-pondok, pesantren-pesantren dengan cara yang serba moden. Semua tidak terlarang sekalipun dalam zaman Rasulullah s.a.w. belum ada.
158. Ketiga: Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Semua umatku itu dapat memasuki syurga, melainkan orang yang enggan -tidak suka." Beliau ditanya: "Siapakah orang yang enggan itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab: "Barangsiapa yang taat kepadaku, maka ia dapat memasuki syurga dan barangsiapa yang bermaksiat padaku - menyalahi ajaranku, maka dialah orang yang benar-benar enggan." (Riwayat Bukhari)
159. Keempat: Dari Abu Muslim; ada yang mengatakan, dari Abu Iyas, yaitu Salamah bin 'Amr bin al-Akwa' r.a., bahwasanya ada seorang lelaki disisi Rasulullah s.a.w., makan dengan tangan kirinya. Kemudian beliau s.a.w. bersabda padanya: "Makanlah dengan tangan kananmu!" Orang itu berkata: "Aku tidak dapat." Beliau s.a.w. bersabda: "Jadi engkau tidak dapat?" Sebenarnya ia berbuat demikian itu hanyalah karena terdorong oleh kecongkaannya belaka. Akhirnya ia benar-benar tidak dapat mengangkat tangan kanannya ke mulutnya -untuk selama-lamanya." (Riwayat Muslim)
160. Kelima: Dari Abu Abdillah yaitu an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hendaklah engkau semua benar-benar meratakan barisan-barisanmu -dalam shalat, atau kalau tidak suka meratakan barisan, pastilah Allah akan membalikkan antara wajah-wajahmu semua -maksudnya ialah bahwa Allah akan memasukkan rasa permusuhan, saling benci-membenci dan perselisihan pendapat dalam hatimu semua." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Rasulullah s.a.w. itu meratakan barisan-barisan kita sehingga seolah-olah beliau itu meratakan letaknya anak panah, sampai-sampai beliau meyakinkan bahwa kita semua telah mengerti betul-betul akan meratakan barisan itu. Selanjutnya pada suatu hari beliau keluar -untuk bershalat- kemudian berdiri sehingga hampir-hampir beliau akan bertakbir. Tiba-tiba beliau melihat ada seorang yang menonjol dadanya -agak ke muka sedikit dari barisannya- lalu beliau bersabda: "Hai hamba-hamba Allah, hendaklah engkau semua benar-benar meratakan barisanmu, atau kalau tidak suka meratakan barisan, pastilah Allah akan membalikkan antara wajah-wajahmu semua."
Keterangan:Dalam hadits di atas terdapat anjuran yang sangat keras agar di waktu shalat, barisan itu benar-benar dilempangkan, diratakan dan diluruskan sekencang-kencangnya. Selain itu terdapat keterangan pula perihal dibolehkannya berkata-kata dalam waktu antara selesainya iqamah dengan akan dilakukannya shalat, tetapi kata-kata itu hendaknya yang bermanfaat dan berguna.
161. Keenam: Dari Abu Musa r.a. katanya: "Ada sebuah rumah di Madinah yang terbakar mengenai penghuni-penghuninya di waktu malam. Setelah hal mereka itu diberitahukan kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya api itu adalah musuhmu semua. Maka dari itu, jikalau engkau semua tidur, padamkan sajalah api itu dari padamu." (Muttafaq 'alaih)
162. Ketujuh: Dari Abu Musa r.a. juga, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya perumpamaan dari petunjuk dan ilmu yang dengannya saya diutus oleh Allah itu adalah seperti hujan yang mengenai bumi. Di antara bumi itu ada bagian yang baik, yaitu dapat menerima air, kemudian dapat pula menumbuhkan rumput dan lalang yang banyak sekali, tetapi diantara bumi itu ada pula yang gersang, menahan masuknya air dan selanjutnya dengan air yang tertahan itu Allah lalu memberikan kemanfaatan kepada para manusia, karena mereka dapat minum daripadanya, dapat menyiram dan menanam. Ada pula hujan itu mengenai bagian bumi yang lain, yang ini hanyalah merupakan tanah rata lagi licin. Bagian bumi ini tentulah tidak dapat menahan air dan tidak pula dapat menumbuhkan rumput. Jadi yang sedemikian itu adalah contohnya orang yang pandai dalam agama Allah dan petunjuk serta ilmu yang dengannya itu saya diutus, dapat pula memberikan kemanfaatan kepada orang tadi. Maka orang itupun mengetahuinya -mempelajarinya, kemudian mengajarkannya- yang ini diumpamakan bumi yang dapat menerima air atau dapat menahan air, dan itu pulalah contohnya orang yang tidak suka mengangkat kepala untuk menerima petunjuk dan ilmu tersebut. Jadi ia enggan menerima petunjuk Allah yang dengannya itu saya dirasulkan -ini contohnya bumi yang rata dan licin." (Muttafaq 'alaih) Faquha, dengan dhammahnya qaf adalah menurut yang masyhur digunakan. Ada pula yang mengatakan dengan dikasrahkan berbunyi Faqiha, artinya menjadi pandai atau ahli fiqih.
163. Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Perumpamaanku dan perumpamaan engkau semua itu adalah seperti seorang lelaki yang menyalakan api, kemudian banyaklah belalang dan kupu-kupu yang jatuh dalam api tadi, sedang orang itu mencegah binatang-binatang itu jangan sampai terjun di situ. Saya ini -yakni Rasulullah s.a.w.- adalah seorang yang mengambil -memegang- pengikat celana serta sarungmu semua agar tidak sampai engkau semua terjun dalam neraka, tetapi engkau semua masih juga hendak lari dari peganganku." (Riwayat Muslim) Al-janadib ialah seperti belalang dan kupu-kupu (dari golongan binatang kecil yang terbang), sedang Al-hujaz adalah jamaknya Hujzah, artinya tempat mengikatkan sarung atau celana.
164. Kesembilan: Dari Jabir r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. menyuruh menjilat tangan-tangan dan piring; beliau juga bersabda: "Sesungguhnya engkau semua tidak tahu di tempat manakah yang ada berkahnya." (Riwayat Muslim) Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan lagi: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau suapan seorang dari engkau semua itu jatuh, maka baiklah diambil kembali, kemudian hendaklah disingkirkan kotoran yang melekat di situ, selanjutnya hendaklah memakannya dan janganlah itu dibiarkan -ditinggalkan- untuk dimakan oleh syaitan. Jangan pula seorang itu mengusap tangannya dengan saputangan -sehabis makan itu- sehingga jari-jarinya dijilat-jilatnya dulu, sebab seorang itu tentulah tidak mengetahui di dalam makanan yang mana letaknya keberkahan." Dalam riwayat Imam Muslim pula: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya syaitan itu mendatangi seorang diantara engkau semua di waktu ia melakukan segala sesuatu dari pekerjaannya, sampai-sampai syaitan itupun mendatangi orang itu di waktu ia makan. Maka dari itu jikalau suapan itu jatuh dari seorang diantara engkau semua, maka hendaklah menyingkirkan kotoran-kotoran yang melekat di situ, kemudian makanlah dan jangan dibiarkan untuk dimakan oleh syaitan."
165. Kesepuluh: Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. berdiri di hadapan kita semua untuk memberikan nasihat. Beliau bersabda: "Hai sekalian manusia, sesungguhnya engkau semua itu akan dikumpulkan kepada Allah Ta'ala dalam keadaan telanjang kaki, telanjang badan dan kuncup -tidak dikhitan, sebagaimana firman Allah Ta'ala yang artinya: "Sebagaimana Kami memulai membuat makhluk untuk pertama kalinya, maka itulah yang Kami ulangkan kembali. Sedemikian adalah janji atas Kami sendiri, sesungguhnya Kami akan melaksanakan yang sedemikian itu." (al-Anbiya': 104) "Ingatlah, bahwasanya pertama-tama makhluk yang diberi pakaian pada hari kiamat ialah Ibrahim a.s. Ingatlah, bahwasanya Ibrahim itu akan didatangkan dengan disertai beberapa orang dari umatku, kemudian orang-orang itu diseret ke sebelah kiri -maksudnya ke arah neraka. Saya berkata: "Ya Tuhanku, mereka adalah sahabat-sahabatku." Lalu kepadaku dikatakan: "Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu." Oleh sebab itu saya berkata sebagaimana yang diucapkan oleh seorang hamba yang shalih -yakni Nabiyullah Isa a.s.: "Dan saya dapat menyaksikan perbuatan mereka selagi aku ada di kalangan mereka -sewaktu masih sama-sama di dunia," hingga ucapannya "Maha Mulia Serta Bijaksana." Lengkapnya ucapan Nabiyullah Isa a.s. itu tersebut dalam sebuah ayat yang artinya: "Dan saya dapat menyaksikan perbuatan mereka selagi aku ada di kalangan mereka. Tetapi setelah Engkau menghilangkan diriku, maka Engkaulah yang mengamat-amati atas kelakuan-kelakuan mereka itu dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jikalau Engkau menyiksa mereka, maka mereka itupun hamba-hambaMu, tetapi jikalau Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau adalah Maha Mulia lagi Bijaksana." (al-Maidah: 117-118) "Setelah itu lalu dikatakan kepadaku: "Sebenarnya mereka itu tidak henti-hentinya kembali pada kaki-kakinya -maksudnya menjadi murtad dari agama Allah- sejak engkau berpisah dengan mereka itu." (Muttafaq 'alaih)
166. Kesebelas: Dari Abu Said yaitu Abdullah bin Mughaffal r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu melarang berkhadzaf - yaitu melemparkan kerikil dengan jari telunjuk dan ibu jari yakni kerikil itu diletakkan di jari yang satu yakni ibu jari lalu dilemparkan dengan jari yang lain yakni jari telunjuk. Selanjutnya ia berkata: "Sesungguhnya berkhadzaf itu tidak dapat membunuh binatang buruan, tidak dapat pula membunuh musuh. Dan bahwasanya berkhadzaf itu dapat melepaskan mata -membutakannya- dan dapat juga merontokkan gigi." (Muttafaq 'alaih)  Dalam riwayat lain disebutkan: Bahwasanya ada seorang keluarga dekat dari Ibnu Mughaffal berkhadzaf, lalu olehnya orang tersebut dilarang dan berkata bahwasanya Rasulullah s.a.w. melarang berkhadzaf itu dan berkata: "Sesungguhnya berkhadzaf itu tidak dapat membunuh binatang buruan." Kemudian orang yang dilarangnya itu masih mengulangi lagi perbuatannya. Lalu Ibnu Mughaffal berkata: "Saya telah memberitahukan kepadamu bahwasanya Rasulullah s.a.w. melarang berkhadzaf itu, tetapi engkau masih juga mengulangi perbuatanmu. Mulai sekarang saya tidak akan berbicara lagi padamu selama-lamanya."
Keterangan:Hadis ini menjelaskan bolehnya tidak menyapa atau tidak berbicara dengan para ahli pelaku kebid'ahan, orang-orang fasik serta para penentang dan pelanggar sunnah Rasulullah s.a.w., sekalipun hal itu dilakukan untuk selama-lamanya. Tetapi keadaan sedemikian itu wajib diakhiri, manakala mereka yang tersebut di atas itu sudah mengubah sikapnya dan suka mentaati ajaran-ajaran agama sebagaimana yang semestinya dilakukan oleh seorang muslim dan mu'min.
167. Dari 'Abis bin Rabi'ah, katanya: "Saya melihat Umar bin Alkhaththab r.a. mencium batu hitam -hajar aswad- dan ia berkata: "Saya mengetahui bahwa engkau itu adalah batu, engkau tidak dapat memberikan kemanfaatan dan tidak pula dapat membahayakan. Andaikata saya tidak melihat Rasulullah s.a.w. sendiri menciummu, pastilah aku juga tidak suka menciummu." (Muttafaq 'alaih)

Sumber:
  • Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
  • Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk. (HR. Bukhari dan Al Hakim)